Sunday, October 8, 2017

Ulama peduli Ummat dan Bangsa

Hadratussyaikh Muhammad Hasyim Asy'ari 

Hadrastussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari yang akrab dipanggil kyai Hasyim adalah sosok ulama yang mempunyai karakteristik tersendiri yang unik, dan khas. Beliau merepresentasikan karakter khas ulama Indonesia. Selain sebagai sosok yang mempunyai kecerdasan intelektual, beliau juga seorang organisatoris, pendidik, bahkan warga masyarakat yang mempunyai etos kerja dan asketisisme yang tinggi.
Tidak hanya itu, kelahiran Nahdlatul ‘Ulama dalam konteks islam Indonesia telah menjadikan kyai Hasyim tidak hanya dikenal di Tanah Air, tetapi juga menarik perhatian banyak kalangan. James J, Fox (1999), Antropolog dari Australian National University, menyebutkan bahwa beliau sebagai salah satu wali yang sangat berpengaruh di jawa karena mempunyai kedalaman ilmu dan diyakini membawa berkah bagi pengikutnya. Selain itu juga kyai Hasyim sebagai sosok yang istimewa serta mempunyai hubungan keluarga dengan para kyai di jawa dan Prabu Brawijaya.
Di samping itu, satu hal yang perlu dicatat dari keteladanan kyai Hasyim, beliau seorang ulama yang mempunyai keteladanan yang tinggi terhadap umat dan bangsa yang majemuk.
Sebagai warga negara, beliau merupakan simbol dari ulama yang nasionalis, yang hidupnya dipersembahkan untuk kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Peran kyai Hasyim dalam kemerdekaan tidaklah diragukan lagi. Sejarah mencatat, beliau melawan penjajah dan tak mau bertekuk lutut pada kehendak mereka. Tidak hanya itu, beliau turut membangun bangsa ini melalui pendidikan keagamaan yang memperkukuh semangat kebangsaan.
Meskipun kyai Hasyim belajar ke Mekkah, yang dikenal menaut paham wahabi, kyai Hasyim tidak serta-merta menjadi seperti kalangan wahabi yang di kenal puritan dan menolak berbagai tradisi lokal. Bahkan, beliau menjadi seorang kyai yang tegas menolak paham wahabi dan memberikan penjelasan dengan cermat khususnya dalam memahami kata bid’ah, sebagaimana dijelaskan dalam bukunya; Risalah Ahlis-Sunnah wal Jama’ah : fi Haditsil Mawta wa Asyrathis-Sa’ah wa Baya Mafhumis-Sunnah wal Bid’ah.
Dalam hal ini, kyai Hasyim dengan tegas membuktikan perbedaan dengan kalangan modernis, yang relatif dulunya dikenal puritan dalam memahami paradigma bid’ah. Meskipun demikian, beliau meminta agar perbedaan tersebut tidak memupuk perpecahan di tengah-tengah umat. Perbedaan harus dilihat sebagai rahmat Tuhan.
Hadratussyaikh Muhammad Hasyim Asy'ari

Dalam hal ini, Kyai Hasyim merupakan salah satu karakter dari ulama Jawa yang mempunyai kaakteristik tersendiri yang unik dan khas Indonesia. M.C Ricklefs dalam Polarising Javanese Society: Islamic and Other Visions (1830-1930) menyebutkan, setidaknya ada tiga corak keislaman di Jawa.
Pertama, Corak keislaman yang memanifestasikan identitas keislaman yang sangat kuat. Misalnya, Sultan Mangkubumi di Yogyakarta adalah seorang raja Jawa yang sejak muda ditempa dengan pendidikan keagamaan yang ketat, seperti pembelajaran tentang kesederhanaan dan menghafal Al Qur’an. Begitu pula Pangeran Mangkunagara I. Ia adalah seorang yang shaleh dan taat beragama. Pangeran Mangkunagara I dikisahkan sebagai seorang yang rajin melaksanakan shalat, mengajar masyarakat cara melaksanakan shalat yang baik, serat suka melakukan khataman Al Qur’an dengan kalangan santri.
Kedua, Corak keislaman yang memadukan mistisisme dengan ajaran Islam yang fundamental, seperti meyakini mistisisme sebagai sebuah kebudayaan pada zaman itu, mereka tidak meninggalkan rukun Islam yang lima. Hal itu dapat ditemukan dalam Serat Wulangreh yang menggabungkan mistisisme dan rukun Islam.
Ketiga, Corak keislaman yang mengakomodasikan kekuatan spiritual lokal. Dalam hal ini, nilai-nilai keislaman tidak dipertentangkan dengan nilai-nilai kearifan lokal, bahkan justru dilakukan interaksi dan akulturasi dengan kebudayaan setempat.
Gambaran keberagaman masyarakat Jawa seperti ini mempunyai nilai plus karena memungkinkan  seleksi kultural dari paham-paham yang bersifat hitam-putih. Faktanya, keberagaman kalangan pesantren yang merupakan mayoritas cenderung menolak dan menentang keras paham tersebut karena tidak sesuai dengan kearifan lokal.

Didalam berbagai tulisannya, Kyai Hasyim sangat menitikberatkan perihal pentingnya ulama sebagai sosok yang harus melestarikan nilai-nilai profetik, asketisisme, dan intelektualisme. Yang terpenting, karakter seorang ulama adalah senantiasa takut kepada Allah SWT karena setiap tindakannya akan menjadi panutan bagi pengikut dan masyarakat pada umumnya

No comments:

Post a Comment